Tiga ratusan peserta kongres dibuat terkesima ketika ditengah Kongres I Golongan Putih Indonesia, penyair "nyentrik" Hardjono, WS membawakan puisi berjudul Tatap. Titip, Tutup. Berikut ini adalah puisi lengkap penyair yang concern pada kesenian Bantengan yang menjadi ikon Kabupaten Mojokerto itu.
tutup mata ketika mulut tak mampu berkata benar
tutup mulut ketika mata tak mampu melihat ujung
pisau tak mungkin tumpul
tutup telinga ketika rasa tak mampu mendengar
desah nafas panjang
tutup kulit ketika telinga tak lagi mendengar berita
duka
tipislah nyali kita
dan tutup segala apa yang bisa kaututup ketika tutup
itu berubah titip
titip duka ini kepada nelayan yang telah menebar
jala dan ikan ikan melompat lari memburu kematiannya
titip berita kepada lelaki yang telah lupa
meniup sangkakala
titip air mataku yang tak bisa cair kepada
mereka sedang maju menuju peperangan
titip sumpah serapahku kepada mereka yang tak sempat
melihat bianglala berganti warna
tumpahlah darah kita
dan titiplah segal apa yang bisa kau titipkan
ketika titip itu berubah tatap
tatap langit dan rembulan ketika kaki kaki kita
tak mampu lagi menapak jalan setapak
tatap mukamu sendiri kalau tanganmu telah siap
mengepal lantaran hujan menggenang seluruh kota
tambatkan jangkar ke pelabuhannya.
tapaklah jalan lengang
tipislah nyali kita
tambatkan jangkar
tapaklah jala lengang
tipislah nyali kita
tambatkan jangkar
tapaklah jala lengang
tipislah nyali kita
tambatkan jangkar
bang bang bang bang bang bang bang bang bang bang
bang bang bang bang bang bang bang bang bang bang
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bang
saku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
bangsat ketika aku masih tertidur terus sementara
matahari sudah melahirkan panasnya sedang para
penguasa telah menyiapkan sepatunya
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
bangkai semua telah telah menjadi bangkai karena
urat nadi mereka berair janji dan sumpah yang tak
pernah tumpah
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
bangunlah aku
aku adalah triwikrama yang masih tidur
aku adalah jutaan batu yang masih diam
aku adalah triwikrama yang akan membangun
waktu tak jadi beku
aku adalah triwikrama yang akan menggerakkan
niatku makin kepuncak
bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku bangsaku
mengapa kau tertidur panjang meski kaki tetap
tertikam luka
1987
*dari antologi puisi Pizza dan puisi, Hardjono WS, 1994
Hardjono WS
0321-7227330,
email:hardjonows@gmail.com, jatidukuh@yahoo.com.
http://jatidukuh.multiply.com
[04.19
|
0
komentar
]
0 komentar
Posting Komentar