| 0 komentar ]

Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 63

Sarasehan Nasional

Hitam dan Putih
Di Antara Merah Putih Kita

Menata Format Politik Alternatif Yang Bersih dan Efektif.

Pokok Pokok Pikiran.

Ketika Proklamasi Kemerdekaan dipahami sebagai sebuah keputusan politik sebuah bangsa untuk dapat bernegara secara utuh, berdaulat, dan berkeadilan sosial ; sementara bangsa itu sudah menjalani 63 Tahun kemerdekaannya – maka sudah seapatutnya jika semua anak negeri nya diperkenankan menimbang ulang, sejauh mana “roh” keputusan politik “kemerdekaan” termaksud masih hidup di dalam kekinian kebangsaan dan kenegaraan.


Setidaknya ada tiga aspek yang dapat dicermati sebagai bahan refleksi, pada saat terjadinya proklamasi kemerdekaan 1945. Pertama, tentang adanya moment kemerdekaan ; yakni situasi objektif adanya kekosongan kekuasaan, yakni melemahnya wibawa politik pemerintahan jepang, menyusul kekalahan perang, baik secara internasional, mau pun local-nasional ; Kedua, terdapatnya visi dan keberanian di kalangan pemimpin pergerakan nasional saat itu, untuk mendeklarasikan kemerdekaan nasional guna membentuk sebuah Negara Bangsa yang utuh, berdaulat, dan berkeadilan sosial ; Ketiga, terdapatnya dukungan rakyat secara luas, yang membuktikan adanya kesamaan perasaan, pandangan, dan cita-cita, di dalam menyikapi situasi ketertindasan, antara para pemimpin pergerakan dan rakyat pada saat itu.


Ada pun ketiga aspek tersebut, berjalan secara simultant dengan adanya benang merah yang menarik garis demarkasi secara tegas, antara kekuatan pro kemerdekaan atau anti kemerdekaan. Maka dengan demikian, kita dapat memahaminya, adanya peluang tuntas pada proses kemerdekaan Negara-Bangsa ini pada saat perjalanannya.


Reformasi 1998, dalam konteks dan perspektif kesejarahan yang berbeda, dapat pula dipahami sebagai sebuah pergerakan kebangsaan yang tidak terlepas dari semangat dan arah pergerakan kemerdekaan 1945. Sebagai buah reformasi, telah terlahir 4 (empat) Pemimpin Nasional dengan segenap hiruk pikuknya ; telah terbentuk puluhan Partai Politik peserta Pemilu, pemilihan langsung bagi presiden dan kepala daerah, serta bagi anggota legislative -meski modifikasi.

Namun demikian, faktual pada sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Lingkar Studi Indonesia pada tahun 2006, yang mendapati 7 (tujuh) dari 10 (sepuluh) orang Indonesia, tidak merasa bahwa partai partai politik yang ada merepresentasikan idea dan kepentingan mereka. Karena nya kita bisa menjadi mahfum, ketika melihat “golput” mencapai angka signifikan dalam berbagai even pemilihan. Karena pada kenyataannya, 10 tahun demokrasi pasca reformasi, terbukti tidak mampu merubah berbagai permasalahan mendasar dari berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain kegaduhan politik, format politik yang ditawarkan saat ini, boleh dikatakakan tidak menghasilkan apa pun. Seandainya ada hasil yang bernilai positip, itu pun tidak berjalan efektif.


Perubahan struktur politik dan tata ekonomi dunia, yang semakin mempersempit ruang hidup ekonomi nasional dari negara-negara yang tengah berkembang; yang ditingkahi oleh perililaku rent seeking activity internasional, dengan berbagai ragam bentuknya. Kepemimpinan yang lemah dan ragu, terdapatnya ketidak-pastian hukum – yang memperlambat proses law enforcement, mentalitas elite politik - birokrasi yang a sosial, menonjolkan kepentingan pribadi dan kelompoknya – tanpa memiliki kepekaan atas masalah yang tengah berkembang, ditambah dengan rakyat yang apatis fatalis, yang pada titik tertentu melahirkan anarkisme sosial. Mungkin uraian tersebut , sedikit dapat menjelaskan rentetan kegaduhan politik nasional pasca reformasi , dan sedikit menerangkan mengapa negeri ini seakan tidak dapat beranjak dari kubangan krisis yang memicu adanya reformasi. Namun demikian ada suatu hal yang harus disampaikan, bahwa jika diijinkan dikatakan gagal. Penyebab mendasar kegagalan proses reformasi sampai saat ini, disebabkan adanya ketidakmampuan kaum reformis di dalam merumuskan issue besar reformasi dalam bentuk gagasan operasional - sebagai benang merah reformasi – yang membedakan secara jelas, dengan kekuatan anti reformasi. Sehingga saat itu, sampai sekarang, semua pihak berkesempatan menggunakan issue besar reformasi, guna kepentingan politik masing masing. Sekarang kekuatan mana dan partai politik apa yang tidak mengaku dan mengusung issue reformis.


Berhenti pada titik ini, kita mungkin bisa sepakati bersama, bahwa permasalahan yang paling mendesak yang tengah dihadapi bangsa ini , adalah seberapa besar adanya kemauan politik kolektif nasional untuk perubahan ; yang memiliki kesamaan cara pandang, di dalam merumuskan permasalahan dan pilihan metode perjuangannya. Karenanya menjadi a histories dan tidak kontekstual – jika belajar dari dua moment kebangsaan, yakni kemerdekaan 1945 dan reformasi 1998 , ketika kemauan politik perubah, mempertentangkan secara diametral ; militer-sipil, Go-n’Go, tua-muda, muslim - non muslim, pma-pmdn, pengusaha-buruh, dan seterusnya. Dalam hal ini perlu dicatat, bahwa pertentangan sosial-politik diametral termaksud, telah melemahkan varian kekuatan perubah, sekaligus mereduksi nilai-nilai yang tengah diperjuangkan.


Karena pada hakekatnya, deklarasi kemerdekaan dan impuls reformasi, adalah adanya kehendak masyarakat luas untuk berkeadilan sosial, dalam segala aspek kehidupannya, tanpa adanya halangan dan penindasan oleh siapa dan dalam bentuk apa pun. Kehendak masyarakat luas untuk berkeadilan sosial ini lah yang mesti dielaborasi lebih jauh, sebagai varian inti dan kohesivitas kekuatan perubah , dan dapat diidentifikasi sebagai kehendak putih. Sedangkan kekuatan perintang, penghalang, dan penindas mana pun, yang korup dan manipulatip, dapat diidentifikasi sebagai kekuatan hitam.


Inilah tugas dan kewajiban kesejarahan kita semua, mengingatkan kembali kepada semua pihak, bahwa membangun Negara-Bangsa yang utuh bersatu, berdaulat – bermartabat , dan berkeadilan sosial adalah merupakan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Hanya dengan pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibawa yang akan mampu mengemban amanah proklamasi kemerdekaan itu. Akan kah puluhan partai politik yang ada, dengan format politik yang ditawarkan, bakal mampu melahirkannya.


Objektip Kegiatan.



Sarasehan Nasional :

Memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 63.


“ Hitam dan Putih di Antara Merah Putih Kita “

Menata Format Politik Alternatif yang Bersih dan Efektif.




Maksud dan Tujuan.


Maksud :


Kegiatan ini dimaksudkan sebagai bagian rangkaian pertemuan nasional , guna merumuskan format politik alternative yang lebih bersih dan efektif.


Tujuan :


1.

Memperoleh persamaan konsepsi dan persepsi atas situasi sosial – politik kebangsaan, yang tengah berkembang.
2.

Memperluas jaringan informasi dan komunikasi, bagi sesama eksponen demokrasi kerakyatan.
3.

Memperkuat dan memperluas basis kekuatan politik bagi gerakan keadilan sosial.


Waktu dan Tempat


Waktu :

Sabtu, 23 Agustus 2008

Jam 09.30 s/d 15.00


Tempat :

Elmi Hotel, Jl, Panglima Sudirman, Surabaya


Sesi Acara :


1.

Sesi Penyampaian Gagasan, peserta aktif.
2.

Sesi Sharing dan Tindak Lanjut.
3.

Perumusan Dokumen dan Agenda Kerja.



Peserta :

50 Orang peserta, terdiri dari, 25 Peserta Aktif dan 25 Orang Undangan.


25 Orang Peserta Aktif :


-. Agus Saurip Kadi, Purn, Jenderal TNI

-. Sollahudin Wahid, Pesantren Tebuireng, Jombang

-. Tjuk K Sukiadi, Ekonom Unair, Surabaya

-. NG Yudara, Ikatan Notaris Indonesia

-. Trimoelja D Soerjadi, Praktisi Hukum, Surabaya

-. Bingky Irawan, Tokoh Agama

-. Wiek Herwiyatmo, Budayawan

-. Soedaryanto, Pergerakan Kebangsaan

-. Heru Rafael L, Pergerakan Kebangsaan

-. Hariadi, Fisip Unair Surabaya

-. M Zaidun, FH Unair Surabaya

-. Wilopo, Perbanas Surabaya

-. Wisjnubroto H, Praktisi Hukum

-. Juli Edi, Praktisi Hukum

-. Bambang Budiono, LSM LSKBH

-. Aries, LBH YLBHI Surabaya

-. Soetanto Shoephiady, FH Untag Surabaya

-. Harun al Rasjid, Fisip Unej Jember

-. Yudi Anggraito, Konsultan Malang

-. Hengky Kurniadi, Konsultan Surabaya

-. David Mangun Wijaya, Konsultan Surabaya

-. Arief Affandi, Wartawan

-. Dhimam Abror, Wartawan

-. Jaelani Tamaka, Budayawan, Solo

-. Riadi Ngasiran, Budayawan, Mojokerto



25 Orang Undangan.


Mahasiswa, Ormas - LSM, Aktivis Pers, Akademisi, Aktivis perempuan, dan berbagai Kelompok Profesi .



Penutup.


Partai politik peserta pemilu saat ini dapat dikelmpokkan menjadi tiga bagian besar. Pertama parpol besar dan menengah yang mendominasi parlemen mulai saat reformasi sampai sekarang, praktis relatif memiliki segmentasi suara, karenanya mereka lolos electoral threshold. Kedua partai kecil dan gurem, yang tidak lolos ketentuan electoral threshold, tapi tetap “memaksakan” diri ikut pemilu kembali. Ketiga, partai politik baru, yang mencoba menawarkan sebuah nyanyian dengan dinamika yang “ beda”, meski sebenarnya lagu lama yang di aransir ulang.


Bakal kita saksikan persaingan ketiga kelompok parpol tersebut, di tengah tengah terjadinya deflasi kepercayaan rakyat terhadap (partai) politik. Siapa pun pemenangnya di dalam persaingan tersebut, bagi masyarakat luas tidak memiliki daya tarik, karena realita meyakinkan mereka, bahwa kehidupan sosial, ekonomi dan hukum tetap tidak berkeadilan sosial. Karenanya, yang urgen di sini adalah tersedianya kekuatan politik secara luas yang mampu mengagregasikan aspirasi rakyat dan mendesakkan untuk dilaksanakan.


Pada titik ini, kita semua sekarang berdiri. Jika tali temali di dalam format politik yang sekarang ditawarkan tidak cukup tersedia ruang bagiproses agregasi dan peningkatan bargaining position aspirasi rakyat yang berkeadilan sosial, maka penataan format politik alternative , selayaknya dipertimbangkan.



Th, 10 Agustus 08




0 komentar

Posting Komentar